banner 728x250
News  

Dugaan Pemalsuan Dokumen Sertifikat Kompetensi Barang Jasa Lingkup Dikbud Sultra dan Korupsi Pembangunan Dermaga di Wakatobi Diadukan ke Kejaksaan

banner 120x600

KENDARI – Lembaga Pemantau Kebijakan dan Pendidikan (LPKP) Sultra secara resmi melaporkan dugaan pemalsuan dokumen sertifikat kompetensi barang/jasa pemerintah di seluruh PPTK lingkup Dikbud Sultra ke Kejati Sultra, Jum’at 8 Agustus 2025.

Ketua LPKP Sultra, Filman Ode mengatakan bahwaLembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden.

banner 325x300

“Tujuan utama LKPP adalah untuk mengembangkan, merumuskan, dan menetapkan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, serta membina dan mengembangkan sistem informasi pengadaan. Salah satu tujuan dari LKPP adalah Melakukan pembinaan dan pengembangan SDM pengadaan. Maksudnya adalah LKPP menyelenggarakan berbagai pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa. Hal tersebut untuk memastikan bahwa seluruh pejabat pengadaan (PPTK) memiliki sertifikat kompetensi sebagai syarat utama untuk untuk menjadi PPTK (Perpres No 12 tahun 2021 pasal 69 ayat 1),” jelasnya.

Lanjutnya Hal diatas sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi di Dikbud Sultra.

“Dimana ada salah satu pejabat PPTK, FS yang menggunakan sertifikat kompetensi LKPP level 1 yang diduga palsu atau tidak sah. Bahwa pada tahun 2024, telah ditemukan adanya penggunaan sertifikat kompetensi pelatihan pengadaan barang/jasa (LKPP) FS, yang diduga palsu atau tidak sah sebagai prasyarat administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa dilingkungan Dikbud Sultra,” katanya.

Sambungnya sertifikat tersebut digunakan sebagai PPTK layaknya sebagai individu yang telah memiliki sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa pemerintah sebagimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.

“Namun, setelah dilakukan verifikasi dan konfirmasi ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), diketahui sertifikat FS tidak terdaftar secara resmi dalam data base LKPP, serta terdapat beberapa indikasi manipulasi data dalam dokumen tersebut,” ungkapnya.

Lebih ironis lagi, persoalan ini telah juga telah dilaporkan kepada Sekda Sultra pada bulan desember tahun 2024.

“Namun sampai saat ini Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara tidak merespon hal tersebut. Besar dugaan kami bahwa Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara melindungi FS,” tuturnmya.

Hal yang dilakukan oleh Sekda Sultra ini sangat disayangkan, kerena Gubernur Sultra sangat serius dalam persoalan Pendidikan di Sulawesi Tenggara.

“Kalau persoalan ini tidak segera di tindak lanjuti oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, ini akan mencoreng nama baik Gubernur Sulawesi Tenggara di mata Nasional dalam konteks dunia Pendidikan, dan mencoreng nama baik Universitas Halu Oleo sebagai institusi induk Sekda Sultra dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra,” ungkapnya.

Selanjutnya, ada beberapa hal dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kabupaten Wakatobi.

“Diantaranya, pertama Dugaan tindak pidana korupsi di dinas perhubungan kabupaten wakatobi tentang rehabilitasi dermaga patinggu dengan nilai kontrak Rp. 2.855.721.408 dengan Perusahaan pemenang CV.TIMU RAYA CONTRUCTION. Rehabilitasi dermaga patinggu ini di duga menggunakan material lokal dan tanpa AMDAL Rehabilitasi dermaga patinggu ini di kerjakan oleh kontraktor yang HLH atau HLK,” jelasnya lagi.

Lanjutnya laginHal ini pihaknya jugavbtelah laporakan kepada Kejaksaan Negeri Wangi-Wangi pada tanggal 07 november 2024.

“Anehnya, sudah tiga kali pergantian Kajari wangi-wangi terduga pelaku korupsi atas rehabilitasi dermaga patinggu tidak pernah di panggil oleh Kejaksaan Negeri wangi-wangi,” tuturnya lagi.

Terduga pelaku tersebut sudah seperti Santa Clause dan kebal hukum, seolah-olah Kejaksaan Negeri Wangi-wangi takut untuk melakukan Langkah hukum atas kasus ini. Dugaan kuat kami, ada MARKUS yang dipelihara di tubuh Kejari Wangi-wangi sehingga hampir seluruh kasus korupsi yang masuk ke Kejari Wangi-wangi tidak pernah ada kepastian hukum.

Kedua Dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana Hibah Bank Indonesia terhadap Situs Cagar Budaya Masjid Keraton Liya.

“Diduga dana Hibah tersebut digunakan tidak sebagaimana peruntukannya. Selanjutnya, ketua tim Pembangunan masjid Keraton liya yang HLH atau HLK telah ditegur oleh kepala Desa Liya Togo karena yang dilakukan tidak sesuai proposal permohonan dari desa ke Bank Indonesia. Bahkan surat teguran dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wakatobi juga tidak di indahkan oleh Ketua tim Pembangunan masjid Keraton Liya. Atas persoalan ini, selain dugaan tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan dana Hibah Bank Indonesia, telah terjadi pula dugaan tindak pidana pengrusakan situs cagar budaya,” ungkapnya lagi.

Pihaknya menduga atas persoalan tersebut melanggar sejumlah peraturan diantaranya Undang-Undang No 1 tahun 2023 pasal 391 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

“Kemudian Pasal 263 KUHP ayat 1 barang siapa membuat surat palsu yang dapat menimbilkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun penjara, Pasal 264 KUHP pemalsuan surat yang dilakukan terhadap akta otentik atau surat yang dibuat oleh pejabat negara diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun,” tuturnya.

Lalu Pasal 69 ayat (1) Perpres No 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus memiliki sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa pemerintah yang dikeluarkan oleh LKPP dan Peraturan LKPP No 7 tahun 2021 tentang sumberdaya manusia pengadaan barang/jasa pemerintah, yang mensyaratakan pejabat pengadaan memiliki sertifikat kompetensi yang sah dan diakui oleh LKPP.

Atas dasar diatas, pihaknya meminta secara tegas kepada Kejati Sultra untuk mengusut persoalan tersebut.

“Kami meminta kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan pemalsuan dokumen sertifikat kompetensi barang/jasa pemerintah di seluruh PPTK lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara,” tegasnya.

Pihaknya juga meminta kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada Sekretaris Dearah Provinsi Sulawesi Tenggara karena diduga kuat terlibat dalam dugaan pemalsuan dokumen tersebut

“Kita juga minta kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera mengevaluasi secara menyeluruh pejabat PPTK lingkup Dinas Pendididkan Provinsi Sulawesi Tenggara,” bebernya.

Kemudian pihaknya juga meminta kepada Rektor Universitas Halu Oleo untuk segera menarik kembali Sekda Prov Sultra dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra.

“Kerena jika dibiarkan akan mencederai dan merusak nama Universitas Halu Oleo sebagai institusi awal mereka,” tuturnya.

“Kami juga meminta kepada Kejati Sultra untuk segera memberikan kepastian hukum terhadapa dugaan tindak pidana korupsi rehabilitasi dermaga patinggu dan Meminta kepada Kejati Sultra untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dan dugaan pengrusakan cagar budaya Masjid Keraton Liya yang menggunakan dana Hibah Bank Indonesia,” jelasnya.

Terakhir pihaknya meminta kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk menghukum para terduga Pelaku pemalsuan dokumen tersebut jika terbukti, dihukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Terkait hal tersebut media ini masih berusaha mengkonfirmasi ke pihak terkait lainnya, apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini bisa menggunakan hak jawab berdasarkan UU Pers.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *